Yang berkenan di mata Allah

Baca: Lukas 18:9-14

Orang Farisi begitu luar biasa dalam memandang dirinya sendiri. Mereka bukan hanya menganggap dirinya sendiri sebagai orang yang paling “bernilai” di hadapan Tuhan, tetapi juga mampu memberikan penilaian terhadap orang lain. Dalam doanya, teks ini mengisahkan seorang Farisi yang merasa pantas melakukan penilaian seperti itu di hadapan Tuhan (11).

Ini sangat kontras dengan pemungut cukai, sosok yang dalam komunitas kala itu dituding berperilaku buruk dan jahat. Si pemungut cukai justru memiliki kerendahan hati dan takut akan Tuhan. Pemungut cukai itu bahkan tidak berani “memandang” Tuhan, karena menyadari betapa dirinya benar-benar tidak layak (13).

Tuhan Yesus memaparkan kedua tokoh ini untuk menegur kebiasaan orang Farisi yang suka menilai diri sendiri lebih berharga dari orang lain. Padahal menurut Tuhan, mereka yang meninggikan diri justru akan direndahkan, dan sebaliknya yang merendahkan diri akan ditinggikan (14).

Melalui perumpamaan ini, Tuhan mengajarkan bahwa orang yang sungguh-sungguh bertobat, tidak datang kepada Allah dengan kebanggaan diri seolah dia memang layak menerima pembenaran dari Allah. Padahal Allah melihat hati dan memandang kejujuran lebih berharga daripada pembenaran diri. Inilah cara pandang baru, yang ketika Tuhan Yesus datang, menjadi salah satu hal yang tidak mudah dimengerti oleh masyarakat, termasuk para petinggi agama Yahudi dan Farisi. Mereka beranggapan bahwa dengan membawa daftar berbagai tindakan yang membanggakan, pembenaran bisa mereka peroleh.

Dewasa ini, masih banyak gereja Tuhan dan juga orang Kristen, yang memiliki pola pikir Farisi, yang lebih mementingkan hal-hal lahiriah daripada hati dan motivasi. Betapa berbeda dari cara pandang Allah dalam melihat umat-Nya. Maka kita perlu memiliki cara pandang yang sama dengan Allah. Bukan daftar penuh dengan berbagai tindakan yang membanggakan diri yang akan membuat kita berkenan di mata Allah, melainkan hati yang menyadari ketidaklayakan diri dan membutuhkan perkenan Allah.

Dikutip dari Santapan Harian. Hak Cipta : Yayasan Persekutuan   Pembaca Alkitab. Isi Santapan Harian lainnya seperti pengantar kitab,   artikel ringkas, sisipan, dlsb. dapat diperoleh dengan membeli buku   Santapan Harian dari Yayasan PPA: Jl. Pintu Air Raya No 7 Blok C4,   Jakarta 10710, ph:3442461-2; 3519742-3; Fax: 344972; email:   ppa@ppa.or.id. Informasi lengkap : PPA di: http://www.ppa.or.id.

 

5 Tanggapan

  1. semoga kita di Kuatkan Tuhan untuk mencontoh perilaku si pemungut cukai itu.
    amen

  2. Datanglah di hadapan TUHAN dalam doa dengan kerendahan hati, yg sadar bhw kita adalah orang berdosa, maka Ia akan mendengarkan doa kita, sbb TUHAN tdk melihat rupa, melainkan melihat “HATI”.
    AMIN !

  3. Pertobatan yg sejati adalah pertobatan yg datang dari kerendahan hati, yang menyadari bahwa diri kita adalah orang berdosa, dan bukannya membenarkan diri sendiri.
    AMIN !

  4. Dalam pemandangan kita setiap hari,perilaku Farisi ini banyak kita jumpai,terlebihlebih belakangan ini ada yang merasa lebih cuci,lebih benar dll,untuk itu perumpamaan ini patut mengingatkan kita supaya kita rendah hati.

  5. Sering kali kita menilai dn memandang sesama dgn kebenaran standar sendiri bukan dg firman tuhan sehingga dlm penilaian ktlah yg paling benar dan baik,yesus mengajar kt agar merendahkan hati dan akan ditinggikan tuhan,amin

Tinggalkan Balasan ke surip nilam Batalkan balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.