Mampu Menjadi Sandaran (Cacat Rohani 4)

– Diambil dari bacaan AIR HIDUP RENUNGAN HARIAN, EDISI 24 April 2009 –

Baca: Amsal 25:1-28

“Kepercayaan kepada pengkhianat di masa kesesakan adalah seperti gigi yang rapuh dan kaki yang goyah.” Amsal 25:19

Cacat rohani lain yang disebutkan dalam Imamat 21:18-20 adalah ‘kaki yang patah‘ yang menyebabkan ketidakstabilan, karena kaki menjadi goyah, tidak seimbang dan tidak teguh. Arti rohani dari ‘kaki yang patah’ adalah tidak dapat dipercaya dan tidak dapat diandalkan. Salomo dalam amsalnya berkata bahwa bila kita berada dalam kesesakan atau masalah dan berharap kepada orang lain, kita diibaratkan mempercayai janji atau pertolongan dari seorang pengkhianat, dan itu seperti bergantung pada gigi yang rapuh dan kaki yang goyah. Hal ini berbeda bila kita mengarahkan pandangan dan pengharapan kepada Tuhan , karena Dia “…setia dalam segala perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-Nya.” (Mazmur 145:13b). Maka setiap orang Kristen harus mencerminkan dan meneladani Kristus melalui perbuatan yang nyata setiap hari. Ini adalah tantangan bagi setiap anak Tuhan!
Apakah kita bisa menjadi orang-orang yang dapat diandalkan dan dipercaya oleh orang lain? Ataukah kita sama dengan pengkhianat, yang tidak bisa dipercaya dan tidak bisa dijadikan ‘tempat sandaran’ bagi orang lain? Tuhan telah memberikan teladan kepada kita. Sebagai tempat bergantung dan  bersandar, tidak pernah sekali pun Dia mengecewakan kita. Itulah sebabnya kita juga harus belajar mengikuti jejakNya. Sifat-sifat Ilahi yang dimilikiNya haruslah mengalir dalam kehidupan kita.
Saat ini dunia dipenuhi orang-orang yang ‘sakit’, frustasi, kecewa dan terluka. Mereka sangat membutuhkan kehadiran kita yang benar-benar bisa menjadi berkat bagi mereka. Sayang, banyak orang Kristen yang malah menutup mata dan tidak mau peduli. Perhatikan! Menjadi orang yang TIDAK DAPAT dijadikan tempat sandaran bagi orang lain merupakan suatu cacat seperti ‘kaki yang patah’, yang tidak akan dapat berjalan sampai ke hadiran Tuhan. Tempat sandaran bukan cuma berupa uang, tetapi banyak macamnya. Orang kaya pun memerlukan orang lan sebagai tempat bergantung, menyandarkan dirinya saat ia rapuh. Saudara seiman yang sedang dirundung duka dan masalah berat juga butuh teman untuk mencurahkan perasaan dan kesedihan hatinya.

Bisakah kita menjadi sandaran di tentah dunia yang penuh dengan keegoisan ini?